Kisah Hijrah Nabi Muhammad ke Madinah
Pada kesempatan kali ini saya akan memposting kisah perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW. Perjalanan beliau penuh dengan lika liku, terjadi konspirasi untuk membunuh Nabi SAW. Namun Allah menolong beliau. Kisah ini dimulai dari kesepakatan kaum Quraisy untuk membunuh Nabi SAW. Selamat membaca!
Setelah pembesar-pembesar Quraisy sepakat untuk menghabisi Nabi SAW, Jibril turun kepada beliau membawa wahyu, seraya mengabarkan persengkokolan Quraisy dan bahwa Allah SWT sudah mengizinkan beliau untuk pergi hijrah, seraya berkata " Janganlah engkau tidur di tempat tidurmu malam ini seperti biasanya."Sementara itu para pemuka Quraisy membuat persiapan untuk melaksanakan rencana jahat mereka. Untuk melaksanakan rencana ini, ditunjuk 11 orang terkemuka di antara mereka, yaitu:
1 . Abu Jahal bin Hisyam
2. Al-Hakam bin Abul-Ash
3. Uqbah bin abu Mu'aith
4. An-Nadhar bin Al-Harits
5. Umayyah bin Khalaf
6. Thu'aimah bin Ady
7. Zam'ah bin Al-Aswad
8. Abu Lahab
9. Ubay bin Khalaf
10. Nubih bin Al-Hajjaj
11. Munabbih Al-Hajjaj
Seperti yang sudah dirancang, rencana jahat itu akan dilaksanakan pada tengah malam. Maka mereka terus berjaga menunggu saat yang sudah di tentukan.
Sekalipun rencanan Quraisy disusun secara matang, namun tetap saja mereka gagal total. Pada saat-saat yang krisis itu Nabi SAW menyuruh Ali bin Abu Thalib untuk tidur di tempat tidurnya dengan menggunakan mantel hijau milik Nabi SAW. Kemudian Nabi Muhammad SAW keluar rumah menyibak kepungan mereka, lalu memungut segenggam pasir dan menaburkan ke kepala mereka, lalu pergi ke rumah Abu Bakar. Sesungguhnya Allah SWT telah membutakan mereka, sehingga mereka tidak bisa melihat beliau.
Para pemuda yang sudah disiapkan Quraisy, dari sebuah celah, mengintip ke tempat tidur Nabi SAW. Mereka melihat ada sesosok tubuh di tempat tidur itu dan mereka pun puas bahwa orang yang mereka incar belum lari. (masyaAlloh)
Menjelang larut malam, Rasulullah keluar rumah menuju kediaman Abu Bakar Ashshiddiq. Beliau keluar melalui jendela pintu belakang dan terus bertolak ke arah selatan, ke arah Yaman, menuju Gua Tsur.
Untuk mengelabui para pemuda Quraisy yang telah menutup semua jalur menuju Madinah, Rasulullah memutuskan menempuh jalan lain, rute yang berbeda, dari jalur yang biasa digunakan penduduk Makkah untuk menuju Madinah. Beliau juga memutuskan akan berangkat bukan pada waktu yang biasa.
Para pemuda Quraisy yang berencana akan menyergap Nabi SAW pun kemudian memasuki rumah beliau. Namun alangkah terkejutnya mereka, karena ternyata beliau sudah tidak ada di tempat. Mereka hanya mendapati Ali sedang tidur di kasur beliau.
Di sinilah, sebagaimana dipaparkan Muhammad Husain Haikal, dimulainya kisah yang paling cemerlang dan indah yang pernah dikenal manusia dalam sejarah pengejaran yang penuh bahaya, demi kebenaran, keyakinan, dan keimanan.
Yang ditempuh Rasulullah setelah keluar dari rumah beliau adalah Gua Tsur, yang berjarak sekitar enam hingga tujuh kilometer di selatan Makkah. Sedangkan Madinah berada di sebelah utara Makkah. Langkah ini diambil untuk mengelabui kafir Quraisy.
Masjid Al-Haram |
Di Gua Tsur ini, Rasulullah dan Abu Bakar, yang menemani beliau, tinggal selama kurang lebih tiga hari. Sebelum melangkahkan kaki, Rasulullah menatap kota Makkah dari kejauhan. Dengan berlinang air mata, beliau berucap, “Demi Allah, engkaulah bagian bumi Allah yang paling baik dan paling aku cintai. Andai kata tidak diusir, aku tak akan meninggalkanmu, wahai Makkah.”
“Janganlah Engkau Bersedih Hati…”
Gua yang sempit dan jarang disinggahi manusia itu dipilih untuk satu tujuan yang tidak diketahui siapa pun kecuali Nabi, Abu Bakar, sahabat yang kelak menjadi mertua beliau, dan ada empat orang, yakni Ali bin Abu Thalib, Abdullah dan Asma (keduanya putra-putri Abu Bakar), serta pembantu Abu Bakar, Amir bin Fuhairah.
Keempat orang itu mendapat tugas yang sangat strategis bagi kesuksesan perjalanan yang amat bersejarah tersebut.
Ali berdiam di rumah Rasul SAW untuk mengelabui kaum musyrikin. Abdullah ditugasi untuk memantau perkembangan berita di kalangan orang-orang kafir Makkah lalu menyampaikannya kepada Rasul pada malam harinya ke tempat persembunyian. Asma setiap sore membawa makanan buat Rasul dan ayahnya. Amir bin Fuhairah ditugasi menggembalakan kambing Abu Bakar, memerah susu, dan menyiapkan daging. Apabila Abdullah bin Abu Bakar kembali dari tempat mereka bersembunyi di gua itu, datang Amir mengikutinya dengan kambingnya guna menghapus jejak.
Sementara itu pihak Quraisy berusaha keras mencari jejak Rasul SAW dan Abu Bakar. Pemuda-pemuda Quraisy dengan wajah beringas membawa senjata tajam, mondar-mandir mencari ke segenap penjuru.
Ketika bergerak menuju Gua Tsur, mereka menyambangi bibir gua itu.
Sang pemimpin hendak menerobos masuk, tapi kemudian tidak jadi.
“Kenapa tidak masuk ke dalam?” tanya anak buahnya.
“Setelah aku amati, tampaknya gua ini tak mungkin dijadikan persembunyian. Di dalamnya ada sarang laba-laba dan sarang burung liar hutan. Akal sehatku mengatakan, tidak mungkin ada orang yang masuk ke dalamnya, bahkan tak ada bukti yang menunjukkan jejak orang yang kita cari,” katanya.
Sedangkan di dalam gua, Abu Bakar merasa khawatir. Apalagi mendengar derap langkah orang-orang itu. Ia berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasul, andai salah seorang di antara mereka menemukan kita, habislah kita. Jika aku mati, apalah diriku. Tapi jika dirimu yang mati, tamatlah riwayat dakwahmu. Bagaimana jadinya?”
Beliau menjawab dengan balik bertanya, “Apa yang ada di benakmu jika berduanya kita di sini juga ada Allah, yang ketiga di antara kita?”
Maka turunlah firman Allah yang artinya, “Kalau kamu tidak menolongnya, sesungguhnya Allah telah menolongnya, (yaitu) tatkala orang-orang kafir mengusirnya, sedang dia salah seorang dari dua orang itu, ketika keduanya berada dalam gua. Waktu dia berkata kepada temannya, ‘Janganlah engkau bersedih hati, sesungguhnya Allah bersama kita.’ Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya dan dikuatkan-Nya dengan pasukan yang tidak kamu lihat. Dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itu rendah, sedangkan kalimah Allah itulah yang tinggi. Dan Allah Maha Perkasa dan Bijaksana.” — QS At-Tawbah (9): 40.
Setelah meyakini bahwa apa yang dicari tampaknya tidak membuahkan hasil, gerombolan musyrikin ini meninggalkan gua tersebut.
Tiga hari tiga malam Rasulullah SAW bersama Abu Bakar di dalam gua yang senyap dan gelap itu.
Pada hari ketiga, ketika keadaan sudah tenang, unta untuk kedua insan yang saling mencintai ini didatangkan oleh Amir bin Fuhairah. Asma pun datang menyiapkan makanan.
Dikisahkan, Asma merobek ikat pinggangnya lalu sebelahnya digunakan untuk menggantungkan makanan dan yang sebelah lagi diikatkan, sehingga ia lalu diberi nama Dzat an-Nithaqain (Yang Memiliki Dua Sabuk).
Setelah tiga malam berada di gua, pada malan Senin tanggal 1 Rabi’ul Awwal tahun pertama Hijriyyah, atau pada tanggal 16 September 622 M, Rasulullah SAW, Abu Bakar RA, Amir bin Fuhairah, beserta seorang penunjuk jalan yang bernama Abdullah bin Uraiqith, keluar dari gua, berangkat menuju Madinah. Rasulullah SAW duduk di atas unta, yang dalam kitab tarikh disebut dengan nama “Al-Qushwa”.
Menjelang siang, Rasulullah SAW dan Abu Bakar berangkat meninggalkan Gua Tsur.
Karena mengetahui pihak Quraisy sangat gigih mencari mereka, mereka mengambil rute jalan yang tidak biasa ditempuh orang. Dengan ditemani Amir bin Fuhairah dan mengupah seorang Badwi dari Banu Du’il, Abdullah bin ‘Uraiqith, sebagai penunjuk jalan, mereka berempat menuju selatan Lembah Makkah, kemudian menuju Tihamah di dekat pantai Laut Merah. Sepanjang malam dan siang, mereka menempuh perjalanan yang amat berat.
Selama tujuh hari Rasulullah SAW bersama Abu Bakar, Amir, dan penunjuk jalannya menyusuri padang pasir nan luas dan gersang. Mereka beristirahat di siang hari karena panas yang membara dan kembali melanjutkan perjalanan sepanjang malam, mengarungi padang pasir dengan udara dingin yang menusuk tulang. Hanya iman kepada Allah-lah yang membuat Rasulullah dan sahabatnya berteguh hati dan merasakan damai yang menyelimuti.
Pada hari Senin tanggal 8 Rabi’ul Awwal tahun ke-14 dari nubuwwah atau tahun pertama dari hijrah, bertepatan dengan tanggal 23 September 622 M, Rasulullah dan rombongan tiba di Quba dengan sambutan yang luar biasa oleh kaum muslimin yang ada di sana. Kemudian berjalan hingga berhenti di Bani Amr bin Auf. Abu Bakar berdiri, sementara Rasulullah duduk sambil diam. Orang-orang Anshar yang belum pernah melihat dan bertemu Rasulullah mengira bahwa yang berdiri itulah Rasulullah, padahal itu Abu Bakar.
Tatkala panas matahari mengenai Rasulullah, Abu Bakar segera memayungi beliau dengan jubahnya. Saat itulah mereka baru tahu bahwa yang duduk dan diam itulah Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW berada di rumah Kultsum bin Al-Hadm dan menetap di rumahnya selama beberapa hari. Beliau berada di Quba' selama 4 hari, yaitu senin, selasa, rabu, dan kamis. Di sana beliau membangun masjid Quba' dan shalat di dalamnya. Inilah masjid pertama yang didirikan atas dasar takwa dan nubuwah.
Pada hari Jum'at beliau melanjutkan perjalanan, dan Abu Bakar membonceng di belakang beliau. Setelah dari Quba, atau sekitar satu kilometer dari Quba, beliau bersama umat Islam lainnya melaksanakan shalat Jum’at. Shalat Jum’at dilaksanakan di tempat Bani Salim bin Auf. Untuk memperingati peristiwa itu, dibangunlah masjid di lokasi ini dengan nama “Masjid Jum’at”.
Pada hari Jum’at itu pula beliau melanjutkan perjalanan menuju Madinah.
Berita tentang hijrahnya Nabi SAW yang akan menyusul kaum muslimin Makkah yang telah tiba sebelumnya sudah tersiar di Yatsrib (Madinah). Penduduk kota ini sangat mafhum, betapa penderitaan akibat kekerasan kafir Quraisy telah banyak menimpa Nabi SAW. Oleh karena itu kaum muslimin menantikan penuh harap kedatangan Rasulullah dengan hati yang khawatir tapi sekaligus berbunga-bunga ingin melihatnya, ingin mendengarkan tutur katanya.
Banyak di antara mereka yang belum pernah melihat Nabi, meskipun sudah mendengar ihwalnya dan mengetahui pesona bahasanya serta keteguhan pendiriannya. Semua itu membuat mereka rindu sekali ingin bertemu.
Akhirnya, Rasulullah tiba dengan selamat di kota Madinah pada hari Jum’at, 12 Rabi’ul Awwal, tahun 13 Kenabian/12 atau 13 September 622 M. Sambutan penuh suka cita diiringi isak tangis penuh haru dan kerinduan menyeruak di langit Madinah. Syair pun berkumandang:
Thola‘al badru ‘alayna
Min Tsaniyyatil Wada’
Wajabasy syukru ‘alayna
Ma da‘a lillahi da‘
Ayyuhal mab‘utsu fina
Ji’ta bil amril mutha’
Telah nampak bulan purnama
Dari Tsaniyyah Al-Wada’
Wajiblah kami bersyukur
Atas masih adanya penyeru kepada Allah
Wahai orang yang diutus kepada kami
Engkau membawa sesuatu yang patut kami taati
Thola'al Badru 'AlainaAbu Ayyub segera menyokong Nabi. Ia pun tampil menjadi penolongnya. Dengan penuh suka cita, ia telah mempersiapkan bangunan rumah bagi Nabi. “Terserah olehmu, wahai kekasih Allah… bagian mana saja ingin engkau tinggali, kami sangat bahagia bersamamu,” kata Abu Ayyub.
Di rumah pemberian Abu Ayyub-lah Nabi SAW memilih untuk tinggal bersama istrinya, Saudah binti Zamah, dan kedua putrinya, Fathimah dan Ummu Kultsum.
Hari itu jatuh pada hari Jum’at, sehingga beliau bersegera untuk melaksanakan ibadah Jum’at yang pertama kali diselenggarakan di Madinah.
Empat hari sebelumnya, sebelum tiba di Madinah, di Lembah Wadi Ranunah, Baqi, tempat penjemuran kurma milik dua orang anak yatim dari Banu Najjar, unta Nabi SAW menghentikan langkahnya. Nabi SAW turun dari untanya dan bertanya, “Kepunyaan siapa tempat ini?”
“Kepunyaan Sahl dan Suhail bin ‘Amr, wahai Rasulullah,” jawab Ma’adh bin ‘Afra, wali kedua anak yatim itu.
Kedua anak yatim itu berharap kepada Nabi Muhammad SAW agar di lahan milik mereka didirikan masjid. Nabi menyetujuinya, dan itulah masjid yang pertama kali berdiri dalam perjalanan hijrah yang amat berkesan.
Sebelum tibanya Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA, rombongan pertama Muhajirin telah lebih dulu sampai di Yatsrib beberapa hari sebelumnya.
Aisyah RA meriwayatkan, permusuhan dan penyiksaan terhadap kaum muslimin bertambah berat di Makkah. Mereka datang dan mengadu kepada Rasulullah SAW meminta izin berhijrah. Pengaduan itu dijawab oleh Rasulullah SAW dengan sabdanya, “Sesungguhnya aku telah diberi tahu bahwa tempat hijrah kalian adalah Yatsrib. Barang siapa ingin hijrah, hendaklah ia menuju Yatsrib.”
Para sahabat pun bersiap-siap, mengemas semua keperluan perjalanan. Bahkan sebahagian besar tidak mempedulikan lagi harta benda milik mereka. Mereka ingin segera melaksanakan perintah Rasul itu.
Mereka berangkat secara sembunyi-sembunyi.
Sahabat yang pertama kali sampai di Madinah ialah Abu Salamah bin Abdul Asad, kemudian Amir bin Rab‘ah bersama istrinya, Laila binti Abi Hasymah.
Setelah itu para sahabat Rasulullah SAW datang secara bergelombang. Mereka tiba di rumah-rumah kaum Anshar dan mendapatkan tempat perlindungan.
Tidak seorang pun di antara sahabat Rasulullah SAW yang berani hijrah secara terang-terangan kecuali Umar bin Al-Khaththab RA.
Ali bin Abi Thalib RA meriwayatkan, ketika Umar hendak berhijrah, ia membawa pedang, busur, panah, dan tongkat yang diselempangkan di bahunya yang kokoh. Saat meninggalkan rumahnya, ia menuju Ka’bah. Sambil disaksikan beberapa orang tokoh Quraisy, Umar melakukan thawaf tujuh kali dengan tenang.
Setelah thawaf ia menuju Maqam Ibrahim dan mengerjakan shalat.
Seusai shalat, ia berdiri seraya berkata, “Semoga celakalah wajah-wajah kalian! Wajah-wajah inilah yang akan dikalahkan Allah!
Barang siapa ingin ibunya kehilangan anaknya, atau istrinya menjadi janda, atau anaknya menjadi yatim piatu, hendaklah ia menghadangku di balik lembah ini.”
Tidak seorang pun berani mengikuti Umar kecuali beberapa kaum lemah yang telah diberi tahu Umar dan dilindungi perjalanannya.
Kemudian Umar berjalan dengan gagah berani dan santai.
Demikianlah, secara berangsur-angsur kaum muslimin melakukan hijrah ke Madinah sehingga tidak ada yang tertinggal di Makkah, kecuali Rasulullah SAW, Abu Bakar RA, Ali RA, orang-orang yang ditahan, orang-orang sakit, dan orang-orang yang belum mampu keluar meninggalkan Makkah, termasuk ayah dan beberapa orang anak Abu Bakar RA.
Wallahu'alam
sumber : kitab Sirah Nabawiyah karya syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, dan http://pecintahabibana.wordpress.com
Ha'ah.. Tiada pun pceritaan mngenai masjid Quba kan?
ReplyDeletejazakallahukhairan Akhi atas masukannya, sudah saya tambahkan dalam artikelnya :)
DeleteAntara Masjid Quba & masjid Jum'ah, mana dulu dibina???
ReplyDeleteBismillah Masjid Quba' terlebih dahulu
DeleteWallahu'alam
terimakasih ya.. bantu buat tugas sirah nabi di sekolah
ReplyDeleteAnak NR ya? 7a/7b/7c?
Deletekita ketemu disini, haha iya aku anak nr 7c yang duduk samping dinda :D
Deletewey anonymous lu siapa?gue yasmin 7A anak NR :D
DeleteSAMA sama semoga bermanfaat :)
Deleteizin copas gan, tapi kok ngga bisa ya :" *tear*
ReplyDeleteafwan memang sengaja diseting demikian
DeleteThank's... Sangat bermanfaat dan Membantu :)
ReplyDeletesamasama
DeleteThanks, bantu tugas sekolah
ReplyDeletesyukron ... sangat bermanfaat.
ReplyDeletebukannya saat masjid selesai dibangun ada bilal bin razab yang mengumandangkan adzan pertama kali?
ReplyDeleteafwan. syariat azan belum ada ketika awal Nabi Hijrah di Madinah. Kamu tentu Tau kan kisah sejarah awal mula adanya Azan
Delete